Raja Mataram yang paling gigih
menyerang VOC di Batavia adalah Sultan Agung Hanyakrakusuma. Perlawanan rakyat
Mataram saat diperintah Sultan Agung Hanyakrakusuma untuk menyerang VOC di
Batavia terjadi dua kali, meskipun kedua-duanya belum memperoleh keberhasilan.
Perlawanan Rakyat Mataram Pertama
Perlawanan rakyat Mataram pertama
terhadap VOC di Batavia dilakukan pada bulan Agustus 1628 yang dipimpin oleh
Tumenggung Bahurekso. Walaupun pasukan Mataram kelelahan akibat menempuh jarak
yang sangat jauh dengan persediaan bahan makanan yang mulai menipis, pasukan Mataram
mampu melakukan serangan terhadap VOC di Batavia sepanjang hari.
Sebagian pasukan Mataram melakukan serangan mendadak
melalui perairan laut Batavia serta sebagian lagi mendarat dan bermukim di
daerah Marunda (terletak di sebelah timur Cilincing, Jakarta) untuk membangun
benteng darurat yang terbuat dari bambu yang dianyam. Namun, benteng pertahanan
darurat milik pasukan Mataram dan perkampungan rakyat untuk berlindung tersebut
banyak dibakar kompeni.
Pada saat situasi demikian,
datanglah pasukan bantuan dari Mataram yang dipimpin oleh Suro Agul-Agul,
Dipati Uposonto, Dipati Mandururejo, dan Dipati Ukur mulai bergerak menyerang
kota tetapi mendapat kesulitan karena tembakan yang gencar dilakukan oleh
kompeni. Upaya yang dilakukan pasukan Mataram berikutnya adalah membendung
Sungai Ciliwung agar penghuni benteng (Belanda) kekurangan air. Strategi ini
ternyata cukup efektif, terbukti bangsa Belanda kekurangan air dan terjangkit
wabah penyakit malaria dan kolera yang sangat membahayakan jiwa manusia.
Kondisi pasukan Mataram yang
kelelahan dan terserang penyakit memaksa pasukan Mataram mengundurkan diri
sehingga perlawanan rakyat Mataram saat itu mengalami kegagalan.
Perlawanan Rakyat Mataram Kedua
Perlawanan rakyat Mataram kedua
terhadap VOC di Batavia dilaksanakan tahun 1629 dan dipimpin oleh Dipati Puger
dan Dipati Purbaya. Meskipun persediaan bahan pangan sudah mulai menipis,
pasukan Mataram tetap menyerbu Batavia dan berhasil menghancurkan benteng
Hollandia. Penyerbuan berikutnya dilanjutkan ke benteng Bommel tetapi belum
berhasil karena pasukan Mataram sudah mulai kelelahan dan kekurangan bahan
makanan. Perlawanan pasukan Mataram yang kedua terpaksa mengalami kegagalan
lagi karena kekurangan bahan pangan, senjata, terserang wabah penyakit, dan kelelahan
setelah menempuh jarak yang jauh.
Sejarah Penjajahan Belanda Masa VOC di Indonesia
Penjajah Belanda, Cornelis de
Houtman, mendarat kali pertama di Indonesia pada tahun 1596. Rombongan mendarat
di Banten dengan alasan untuk berdagang, akan tetapi dalam perkembangan
berikutnya bangsa Belanda bersikap kurang bersahabat sehingga mereka diusir
dari kerajaan Banten.
Cornelis de Houtman beserta
rombongan kemudian melanjutkan pelayarannya ke arah timur menelusuri pantai
utara Pulau Jawa hingga tiba di Pulau Bali. Setelah mempelajari jalur pelayaran
laut dan membeli rempah-rempah, mereka kembali ke negara asalnya. Pada tahun
1598, bangsa Belanda mendarat di Banten untuk kali kedua dan dipimpin oleh
Jacob Van Neck. Rombongan yang datang kali kedua ini, jumlahnya lebih banyak
dan masing-masing kelompok membentuk kongsi dagang sehingga menimbulkan
persaingan di antara mereka sendiri. Upaya Inggris untuk mengatasi persaingan
dagang yang semakin kuat di antara sesama pendatang dari Belanda adalah dengan
mendirikan dan menyaingi persekutuan dagang Inggris di India dengan nama East
India Company (EIC).
Adapun tujuan dari pembentukan VOC (Vereenigde Oost
Indische Compagnie) adalah sebagai berikut:
1.
Menguasai pelabuhan penting.
2.
Menguasai kerajaan-kerajaan di
Indonesia.
3.
Melaksanakan monopoli perdagangan di
Indonesia.
4.
Mengatasi persaingan antara Belanda
dengan pedagang Eropa lainnya.
Pada tahun 1619, kedudukan VOC
dipindahkan ke Batavia (sekarang Jakarta) dan diperintah oleh Gubernur Jenderal
Jan Pieter Zoon Coen. Perpindahan kedudukan VOC dari Ambon ke Batavia ditujukan
untuk merebut daerah dan memperkuat diri dalam persaingan dengan persekutuan
dagang milik Inggris (EIC) yang sedang konflik dengan Wijayakrama (penguasa
Jayakarta).
Masa VOC berkuasa di Indonesia disebut sebagai
"zaman kompeni". Dalam upaya mengembangkan usahanya, VOC memperoleh
piagam (charter) yang diterima dari pemerintah Kerajaan Belanda. Piagam
(charter), secara umum menyatakan bahwa VOC diberikan hak monopoli
dagang di wilayah sebelah timur Tanjung Harapan serta beberapa kekuasaan
seperti mencetak uang, memiliki tentara, mengangkat pegawai, menduduki daerah
asing, membentuk pengadilan, bertindak atas nama Belanda (Oktroi), dan
mengadakan perjanjian dengan raja-raja setempat.
Dalam perkembangan berikutnya, kompeni berubah menjadi
kekuatan yang tidak sebatas berdagang, tetapi ikut campur, yakni dengan mengendalikan
pemerintahan kerajaan-kerajaan di Indonesia. Penindasan kompeni yang kejam
sangat menyengsarakan rakyat Indonesia hingga menimbulkan perlawanan di
beberapa daerah di Indonesia. Beberapa perlawanan rakyat yang bersifat
kedaerahan tersebut antara lain adalah perlawanan rakyat Banten, Mataram,
Makasar, Bali, dan Maluku.
Pada abad ke-18, VOC mengalami
kemunduran dan tidak dapat melaksanakan tugas dari pemerintah Belanda.
Kemunduran VOC semakin parah, yaitu ditandai dengan kondisi keuangan yang kian
merosot hingga mengalami kebangkrutan. Beberapa faktor penyebab kemunduran VOC
adalah sebagai berikut:
1.
Banyaknya jumlah pegawai VOC yang
korupsi.
2.
Rendahnya kemampuan VOC dalam
memantau monopoli perdagangan.
3.
Berlangsungnya perlawanan rakyat
secara terus-menerus dari berbagai daerah di Indonesia.
Masalah yang dihadapi VOC semakin
besar dan rumit hingga diketahui oleh pemerintah Belanda bahwa VOC tidak mampu
melaksanakan tugasnya dan tidak mampu menangkal setiap agresi dari pihak asing.
Pada saat itu, di negeri Belanda sedang terjadi konflik politik. Kekuasaan Raja
Willem sebagai penguasa kerajaan Belanda digantikan oleh Republik Bataaf di
bawah kendali Perancis.
Pada tanggal 31 Desember 1799, VOC
resmi dibubarkan dan pemerintah Belanda (saat itu Republik Bataaf) mencabut
hak-hak VOC. Semua kekayaan dan utang VOC diambil alih oleh negara dan mulai
saat itu pula, segala bentuk kekuasaan atas Indonesia berada langsung di bawah
pemerintahan Belanda. Kekuasaan Republik Bataaf di Belanda ternyata tidak berlangsung
lama dan belum sempat berkuasa di Indonesia. Pada tahun 1806, terjadi perubahan
politik di Eropa hingga Republik Bataaf dibubarkan dan berdirilah Kerajaan
Belanda yang diperintah oleh Raja Louis Napoleon.
Galangan VOC dan Kawasan Eropa di Pesisir Jakarta
Kawasan kota
Toea Pesisir di Sunda Kelapa akan terbangun dengan perencanaan yang matang dan
berkesinambungan. Walikota Jakarta Utara dengan tangan dingin akan terus
mempromosikan semua destinasi andalan di Jakarta Utara, termasuk galangan VOC dikawasan
Sunda Kelapa.
“Kejayaan masa lalu VOC melalui
kenangan masih ada dan dapat terlihat jelas di galangan VOC. Kita akan terus
mengembangan melalui berbagai cara, dan memperbaiki pendestriannya sehingga
wisatawan setelah mengunjungi Sunda Kelapa akan mampir ke Galangan VOC,”ujar H
Bambang Sugiyono,S.E,MSi kepada wisatapesisir.com, Kamis (7/10/2010). Pihak
Sudin Pariwisata Jakarta Utara, Grace menyambut baik dan akan menyusun konsep
yang matang.”Melalui kegiatan, travel map kita akan mempromosikan Galangan VOC
menjadi destinasi yang paling diminati di Jakarta Utara,”ujar Grace.
Sama halnya dengan Kasudin
Kebudayaan Jakarta Utara, Nani OY yang tertarik dan melihat sisi keunikan dari
sudut pandang budaya,”Kawasan Eropa di galangan VOC menjadi ciri khas tersendiri
yang akan kita kembangkan,”jelasnya. Galangan VOC adalah peninggalan sejarah
bernilai tinggi di kawasan pelabuhan Sunda Kelapa, kota tua Batavia di
Kecamatan Penjaringan, Jakarta utara tak lama lagi akan dipromosikan oleh anak
cucu keturunan Betawi dan etnis China.
Galangan Vereenigde
Oost-Indische Compagnie (VOC) adalah bangunan bersejarah pada abad 17-18 Masehi
sebagai tempat galangan atau lebih dikenal dengan galangan kapal VOC di Bandar
Sunda Kelapa, kota tua di Jakarta Utara. Zaman
dulu galangan kapal itu tempat bongkar- muat barang sekaligus dijadikan bengkel
untuk memperbaiki kapal besar internasional yang singgah di kawasan itu.
Sisa-sisa bangunan yang terbuat
dari kayu pada abad ke 17 itu, sekarang mulai direnovasi dengan dana pribadi.
Renovasi gedung bekas galangan kapal VOC itu dimulai tahun 1997 dan selesai
tahun 2000. Salah seorang
penggagas renovasi banguan tua itu, Susilawati mengatakan, bangunan tua
bersejarah tinggi itu, erat hubungannya dengan sebuah peninggalan sejarah di
lingkungan Sunda Kelapa dan disekitarnya juga terdapat Museum Bahari. Semua itu sebagai satu kesatuan tempat
yang mencerminkan peristiwa tempo doeloe pernah menjadi ajang berbagai kegiatan
bersejarah di sekitar pelabuhan Sunda kelapa yang perlu dilestarikan. Menurut Susilawati , kegiatan yang akan
dilakukan di eks galangan VOC itu adalah pelestarian seni budaya Indonesia,
khususnya seni budaya Betawi, seminar, diskusi dan memamerkan kaligrafi China
dan pameran lukisan lainnya. Lokasi
itu juga akan dilengkapi dengan “restoran VOC modern” dengan menampilkan
berbagai interior gaya tempo dulu termasuk tiang kayu usianya ratusan tahun.
Kendala promosi
Ditengah
semangat menggali seni budaya sejarah itu, banyak liku-liku dan tantangan
menjadi sandungan, terutama kurangnya sarana dan dana sebagai pendukung,
disamping itu galangan VOC belum dikenal.”Saya sedih kalau Jakarta Barat selalu
dipromosikan kota tua, namun tidak menyebut galangan VOC,”ujar Susilawaty.
Belum adanya kerja sama dengan
Dinas Pariwisata DKI, untuk menjadikan tempat itu sebagai salah satu tujuan
wisata. Namun demikian masalah itu akan diselesaikan melalui koordinasi dengan
berbagai pihak. “Kami akan menata
kembali sekilas sejarah Galangan kapal VOC itu, dalam rangka menggali sejarah
budaya Indonesia sejak abad 18 Masehi sampai sekarang,” ujar Susilawati.
Di lokasi itu nantinya akan
dipamerkan buku katalog lintas sejarah budaya Indonesia yang ditulis dalam tiga
bahasa yakni Bahasa Indonesia, Inggeris dan Bahasa Mandarin. Selain itu, katanya, melakukan kerja sama
dengan Society Of Betawi(SOB) salah satu organisasi pendukung budaya pariwisata
Betawi untuk mempromosikan galangan VOC tersebut.
Gedung itu nantinya, juga akan
digunakan tempat acara kesenian rutin dari berbagai daerah, khususnya kesenian
Betawi dan etnik China di lingkungan Jakarta, tambahnya. Arie Abieta dari PT Karya Ceudah Sinema dalam proposalnya
mengatakan, promosi penggalian sejarah budaya galangan kapal VOC itu, untuk
mengangkat kejayaan sejarah yang pernah gemilang sekitar 300 tahun silam. Keberadaan
galangan VOC sebagai gerbang dunia pada zamannya itu tahap pertama akan dibuat
dalam bentuk visualisasi.
Tujuannya agar menjadi tontonan
sekaligus tuntunan kebesaran sejarah bangsa dengan segala keindonesiaannya,
Visual sejarah itu nantinya akan menggambarkan berbagai catatan otentik dari
peninggalan sejarah yang memiliki hitoris panjang.
“Kami akan mebuat judul”Kilas
balik galangan VOC-catatan sejarah bangsa yang gemilang”, diharapkan mampu
menggiring anak banga lebih tertanam rasa kebangsaan yang tinggi,” jelasnya. Menurut
sejarah, katanya, saat Jakarta masih bernama Batavia galangan kapal masih
berdiri jaya, wilayahnya diberi nama Pasar Ikan, karena menjadi pusat
perdagangan utama di Asia. Ada juga menyebutkan hampir selama dua abad wilayah
ini perupakan urat nadi suatu jaringan niaga yang terentang dari Pulau Decima
di Nagasaki(Japan) sampai Cape Town(Afrika Selatan) dan dari Ternate hingga
Bandar Surat di Pantai Teluk Arab.
Galangan
Kapal VOC merupakan salah satu unsur pendukung yang amat penting bagi jaringan
niaga se dunia, dengan armada kapal-kapal layar, Di tempat itu seluruh kapal
berukuran kecil dan besar melakukan kegiatan bongkar muat, setelah mengarungi
lautan Pasifik, Hindia serta Atlantik. Kapal-kapal
itu sebelum ke pelabuhan Sunda Kelapa, lebih dulu singgah di pelabuhan
Amsterdam, Nagasaki hingga Hormuz(Pesia) dan Pulau Banda.
Categories:
Perlawanan Rakyat Mataram Terhadap Belanda (VOC)