Sejarah Kemayoran

pembangunan bandara kemayoran
Nama Kemayoran, bagi penduduk yang sudah lama tinggal di Jakarta tentu tidak asing lagi. Dahulu kampung Kemayoran wilayahnya meliputi Serdang, Sumur Batu, Utan Panjang, Kebon Kosong, Kepu, Gang Sampi, Pasar Nangka dan Bungur. Di sini terdapat sungai buatan hasil sodetan dari kali Ciliwung, memanjang dari Kwitang mengalir melalui belakang Gran Hotel, Senen, Adilihung, Pasar Nangka dan terus masuk Kemayoran. Kegunaannya pada waktu itu ialah untuk mengairi sawah-sawah letapi sekarang fungsinya sudah berubah menjadi comberan yang bercampur sampah-sarnpah. Adanya pembangunan disegala sektor, kampung Kemayoran akhirnya berubah menjadi ramai dan padat penduduknya. Tanah-tanah sawah, empang maupun tanah berawa tidak ada lagi dan telah menjadi tempat pemukiman dan pertokoan.
Tapi taukah anda kalau dulunya Kemayoran adalah sebuah bandar udara atau bandara??
Bandar udara Kemayoran atau di lafalkan Kemajoran adalah bandara utama bagi keberangkatan masuk dan keluar dari dan ke Indonesia dari 8 July hingga 31 Maret 1985. Menjadikan bandara ini sebagai bandar udara tersibuk di Indonesia.
Bandara ini juga merupakan saksi bisu dari perkembangan sejarah Indonesia dari masa pemerintahan Hindia Belanda, pendudukan Jepang hingga kemerdekaan Indonesia (Orde Lama, dan Orde Baru), terutama sekali di dunia penerbangan. Dari pesawat-pesawat sipil hingga pesawat militer mulai awal perkembangannya dengan bermesin piston, propeler hingga turbojet mendarat di sini. Misalkan tercatat pesawat jenis Fokker dari mulai Fokker F-VIIb-3 dengan mesin torak, Fokker Friendship dengan mesin turbo hingga Fokker F-28 yang bermesin jet mendarat di sini. Kemudian pesawat jenis DC-3 Dakota yang tercatat mendarat dan terbang dari sejak awal dan akhir dioperasikannya bandara ini. Serta hadirnya pesawat berbadan lebar generasi awal seperti Boeing 747 seri 200, DC-10 dan Airbus A-300.
suasana sekitar bandara Kemayoran

suasana ruang tunggu bandara Kemayoran
Selain itu, beberapa peristiwa kelam juga mewarnai pengoperasian bandara ini. Antara lain pesawat Beechcraft yang kecelakaan ketika mendarat, kemudian Convair-340 yang mendarat tanpa roda, pesawat DC-3 Dakota yang terbakar dan pesawat DC-9 yang mengalami patah badan ketika mendarat di landasan. Kemudian pesawat Fokker F-27 yang ketika tinggal landas menukik dan membelok kebawah hingga hancur terbakar dalam penerbangan latihan. Tercatat pula pesawat yang tidak pernah kembali setelah lepas landas dari bandara Kemayoran.

Bandara Kemayoran juga dikenal dan menyebut-nyebut Bandara Kemayoran dalam salah satu episode cerita dalam komik Tintin yakni Penerbangan 714 ke Sydney, dengan menampilkan menara pemandu lalu lintas (tower) Kemayoran. Gambar yang ditampilkan sesuai dengan kondisi sebenarnya.

Sekarang dua landasan pacu tetap dipertahankan sebagai jalan utama dengan median (pembatas jalan) yang tidak permanen untuk sewaktu waktu digunakan sebagai landasan pacu guna kepentingan militer karena struktur landasannya yang menggunakan konstruksi standar landas pacu bandara internasional yang kuat. Bangunan terminal dan squadron kini dijadikan Gedung serbaguna JIExpo (Jakarta Internasional Expo) Pada bekas landas pacu utara-selatan diberi nama Jalan Benyamin Sueb, nama seorang tokoh dan artis yang menjadi ikon tokoh Betawi kelahiran Jakarta yang merupakan warga asli Kemayoran, oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta.





sumber: x-tremesains.blogspot.com
               lintasberita.com

Sejarah daerah Tanah Abang

jalan jatibaru tanah abang tempo dulu
Tentunya tidak asing lagi di telinga kita ketika mendengar nama Tanah abang. tapi taukah anda sejarah kenapa bisa disebut Tanah abang, berdasarkan beberapa sumber sejarah yang saya baca dan yang saya tanya langsung dari penduduk peribumi begini ceritanya.

Dahulu daerah Tanah Abang mulai dari jalan Abdul Muis sampai dengan kebon kacang banyak sekali di tumbuhi pohon sejenis pohon palm yang bernama pohon Nabang. Orang Belanda menyebut daerah itu "The Nabang" atau di baca "De Nabang".
petamburan tempo dulu
Kemudian pada tanggal 30 Agustus 1735 seorang anggota dewan hindia belanda bernama Justinus vink mendapatkan izin dari Gubernur Jenderal Abraham Patram untuk membangun pasar, yaitu Pasar The Nabang, kemudian penduduk setempat menyebutnya singkat menjadi Pasar Tenabang, (biasa lah orang betawi rada kaku nyebut bahasa inggris) dan juga Pasar Weltervreden (sekarang bernama pasar senen) dalam surat izin tersebut Pasar Weltervreden hari pasarnya adalah hari sabtu. Pasar Senen khususnya menjualsayur-mayur dan pasar The Nabang menjual berbagai tekstil dan kelontong.
Kemudian perkembangan daerah ini semakin pesat, Nabang, atau Tenabang, berubah menjadi Tanah Abang setelah pembangunan stasiun KA tahun 1890. Perusahaan KA menganggap Tenabang itu berasal dari Tanah Abang dalam bahasa jawa berarti tanah merah, secara kebetulan juga daerah itu memang memiliki tanah berwarna merah. Lalu nama itu secara resmi digunakannya di stasiun KA. Besar kemungkinan pengelola stasiun itu berasal dari Jawa, ia mengira penyebutan Tenabang itu salah, lalu ia mencoba untuk “meluruskan”.
jalan tanah abang II tempo dulu
Kebakaran
Sejarah perkembangan Tenabang sendiri, tercatat banyak diwarnai peristiwa kebakaran. Kebakaran pertama kali pada 1740, atau lima tahun setelah dibangun, dengan terjadinya peristiwa pembantaian orang-orang Tionghoa. Dibangun kembali pada 1881, Tenabang dikembangkan lagi dengan pembangunan tiga bangunan berbentuk los panjang, dengan dinding bata dan atap genteng pada 1926, kondisi yang cukup modern pada saat itu.
inilah potret pasar Tanah Abang saat ini
Pada 1975 pemerintah melakukan renovasi, hingga terdapat sekitar 4.351 kios, dengan luas bangunan total menjadi sekitar 11.154 m2. Tapi baru saja direnovasi, Tenabang kembali terbakar pada 1978. Hampir seluruh kios di lantai dua Blok A, serta semua lantai di Blok B, hangus terbakar.
Perkampungan orang-orang Betawi perlahan lenyap, tempat-tempat yang menjadi kenangan masa lalu digantikan gedung tinggi dan megah nantinya. Seperti halnya kata Tenabang, yang kini telah dengan manstab tergantikan dengan nama Tanah Abang. Atau seperti Hotel Indonesia yang bersejarah itu kini berganti nama Hotel Gran Indonesia?



sumber: penduduk peribumi setempat
             indrasufian.web.id
             bojongkenyot.com
             mimbarsaputro.wordpress.com

Sejarah Pelabuhan Sunda Kelapa

pelabuhan sunda kelapa kini
Pelabuhan Sunda Kelapa menjadi cikal-bakal dari kota Jakarta, sebenarnya pelabuhan sunda kelapa telah akrab berhubungan dengan bangsa-bangsa lain sejak abad XII. Kala itu, pelabuhan ini dikenal sebagai pelabuhan lada milik kerajaan Hindu di Jawa Barat, Pajajaran. Kapal-kapal asing yang singgah dan berdagang dengan pedagang lokal, antara lain, berasal dari China, Jepang, India Selatan, dan Arab. Setiap hari, para buruh pelabuhan sibuk naik turun membongkar muatan kapal, seperti aktivitas menurunkan kayu yang berasal dari Kalimantan. Di dermaga, berjajar kapal-kapal pinisi atau bugis schooner dengan bentuk khas, meruncing di salah satu ujungnya dan berwarna-warni pada badan kapal. Mereka juga membawa berbagai barang, seperti porselen, kopi, sutra, kain, wewangian, kuda, anggur, dan zat warna guna ditukar dengan rempah-rempah yang jadi kekayaan Tanah Air saat itu.

heaven Batavia tempo dulu yang kini menjadi sunda kelapa

Portugis adalah bangsa Eropa pertama yang tiba di Sunda Kelapa pada 1512 untuk mencari rempah-rempah yang amat diminati dunia Barat. Keberadaan mereka ternyata tidak berlangsung lama. Gabungan kekuatan Kerajaan Banten dan Demak dipimpin Sunan Gunung Jati atau dikenal dengan nama Fatahillah menguasai Sunda Kelapa dan mengganti namanya menjadi Jayakarta yang artinya kemenangan yang nyata pada 22 Juni 1527.

Kemudian Belanda tiba tahun 1596 dengan tujuan yang sama, yaitu mencari rempah-rempah. Rempah-rempah memang menjadi komoditas andalan bangsa-bangsa Eropa pada saat itu. Para pedagang Belanda awalnya mendapat sambutan hangat dari Pangeran Wijayakrama. Namun, hubungan mesra tersebut buyar ketika Belanda mengingkari perjanjian perdagangan. Lambat laun, hubungan pun berubah menjadi penjajahan.
pelabuhan sunda kelapa tempo dulu
Pada tahun 1613, Belanda membangun benteng di sekitar 200 meter arah selatan Pelabuhan Sunda Kelapa. Pada 1839, di lokasi itu didirikan Menara Syahbandar yang berfungsi sebagai kantor pabean, atau pengumpulan pajak dari barang-barang yang diturunkan di pelabuhan. Lokasi menara menempati salah satu bastion (sudut benteng), sekaligus menandai monopoli perdagangan di Nusantara. Kini kawasan sekitar kompleks bangunan bersejarah itu penuh permukiman tak teratur, cenderung kumuh, dan di banyak tempat ditemukan tumpukan sampah. Menara Syahbandar tampak memprihatinkan dengan jendela kayu yang jebol dan bangunan mulai miring.
Padahal, kompleks kawasan bersejarah itu termasuk dalam perencanaan pembangunan koridor sejarah Jakarta yang dicanangkan sejak masa Ali Sadikin. Berkali-kali pemimpin Jakarta berganti, gagasan revitalisasi kota tua termasuk di dalamnya realisasi pembangunan koridor sejarah Jakarta, hanya sebatas rencana di atas kertas.
Seiring dengan perkembangan teknologi pada dunia pelayaran, banyak tuntutan dari dunia luar untuk melabuhkan kapal-kapal yang terbuat dari baja yang tidak bisa berlabuh di pelabuhan sunda kelapa karena strukturnya tepiannya yang dangkal. Kemudian dicarilah daerah pesisir terdekat yang lebih dalam untuk dijadikan pelabuhan bagi kapal-kapal besar dengan muatan yang lebih banyak. Tanjung priok menjadi daerah yang tepat.

sumber: kompas.com
             wikipedia.org

Sejarah Bandung Lautan Api

 

Di Bulan Maret 1946, dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk mengukir sejarah dengan membakar rumah dan harta benda mereka, meninggalkan kota Bandung menuju pegunungan di selatan. Beberapa tahun kemudian, lagu "Halo-Halo Bandung" ditulis untuk melambangkan emosi mereka, seiring janji akan kembali ke kota tercinta, yang telah menjadi lautan api.


Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia belum sepenuhnya merdeka. Kemerdekaan harus dicapai sedikit demi sedikit melalui perjuangan rakyat yang rela mengorbankan segalanya. Setelah Jepang kalah, tentara Inggris datang untuk melucuti tentara Jepang. Mereka berkomplot dengan Belanda (tentara NICA) dan memperalat Jepang untuk menjajah kembali Indonesia.


Berita pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan dari Jakarta diterima di Bandung melalui Kantor Berita DOMEI pada hari Jumat pagi, 17 Agustus 1945. Esoknya, 18 Agustus 1945, cetakan teks tersebut telah tersebar. Dicetak dengan tinta merah oleh Percetakan Siliwangi. Di Gedung DENIS, Jalan Braga (sekarang Gedung Bank Jabar), terjadi insiden perobekan warna biru bendera Belanda, sehingga warnanya tinggal merah dan putih menjadi bendera Indonesia. Perobekan dengan bayonet tersebut dilakukan oleh seorang pemuda Indonesia bernama Mohammad Endang Karmas, dibantu oleh Moeljono.

Tanggal 27 Agustus 1945, dibentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR), disusul oleh terbentuknya Laskar Wanita Indonesia (LASWI) pada tanggal 12 Oktober 1945. Jumlah anggotanya 300 orang, terdiri dari bagian pasukan tempur, Palang Merah, penyelidikan dan perbekalan.

Peristiwa yang memperburuk keadaan terjadi pada tanggal 25 November 1945. Selain menghadapi serangan musuh, rakyat menghadapi banjir besar meluapnya Sungai Cikapundung. Ratusan korban terbawa hanyut dan ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal. Keadaan ini dimanfaatkan musuh untuk menyerang rakyat yang tengah menghadapi musibah.


Berbagai tekanan dan serangan terus dilakukan oleh pihak Inggris dan Belanda. Tanggal 5 Desember 1945, beberapa pesawat terbang Inggris membom daerah Lengkong Besar. Pada tanggal 21 Desember 1945, pihak Inggris menjatuhkan bom dan rentetan tembakan membabi buta di Cicadas. Korban makin banyak berjatuhan.

Bandoeng Laoetan Api

Ultimatum agar Tentara Republik Indonesia (TRI) meninggalkan kota dan rakyat, melahirkan politik "bumihangus". Rakyat tidak rela Kota Bandung dimanfaatkan oleh musuh. Mereka mengungsi ke arah selatan bersama para pejuang. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan, pada tanggal 24 Maret 1946.



 

Kolonel Abdul Haris Nasution selaku Komandan Divisi III, mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan rakyat untuk meninggalkan Kota Bandung. Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota.

Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakannya lagi. Di sana-sini asap hitam mengepul membubung tinggi di udara. Semua listrik mati. Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang paling seru terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, di mana terdapat pabrik mesiu yang besar milik Sekutu. TRI bermaksud menghancurkan gudang mesiu tersebut. Untuk itu diutuslah pemuda Muhammad Toha dan Ramdan. Kedua pemuda itu berhasil meledakkan gudang tersebut dengan granat tangan. Gudang besar itu meledak dan terbakar, tetapi kedua pemuda itu pun ikut terbakar di dalamnya. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan maka pada jam 21.00 itu juga ikut keluar kota. Sejak saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Tetapi api masih membubung membakar kota. Dan Bandung pun berubah menjadi lautan api.

Pembumihangusan Bandung tersebut merupakan tindakan yang tepat, karena kekuatan TRI dan rakyat tidak akan sanggup melawan pihak musuh yang berkekuatan besar. Selanjutnya TRI bersama rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini melahirkan lagu "Halo-Halo Bandung" yang bersemangat membakar daya juang rakyat Indonesia.

Bandung Lautan Api kemudian menjadi istilah yang terkenal setelah peristiwa pembakaran itu. Banyak yang bertanya-tanya darimana istilah ini berawal. Almarhum Jenderal Besar A.H Nasution teringat saat melakukan pertemuan di Regentsweg (sekarang Jalan Dewi Sartika), setelah kembali dari pertemuannya dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, untuk memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan terhadap Kota Bandung setelah menerima ultimatum Inggris.


Jadi saya kembali dari Jakarta, setelah bicara dengan Sjahrir itu. Memang dalam pembicaraan itu di Regentsweg, di pertemuan itu, berbicaralah semua orang. Nah, disitu timbul pendapat dari Rukana, Komandan Polisi Militer di Bandung. Dia berpendapat, “Mari kita bikin Bandung Selatan menjadi lautan api.” Yang dia sebut lautan api, tetapi sebenarnya lautan air”
A.H Nasution, 1 Mei 1997
Istilah Bandung Lautan Api muncul pula di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Seorang wartawan muda saat itu, yaitu Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah dari Cicadas sampai dengan Cimindi.

Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat segera menulis berita dan memberi judul Bandoeng Djadi Laoetan Api. Namun karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek menjadi Bandoeng Laoetan Api
sumber : http://www.asal-usul.com/2009/03/sejarah-bandung-lautan-api.html 

Sejarah Kabupaten Cilacap

1. Zaman Kerajaan Jawa

Penelusuran sejarah zaman kerajaan Jawa diawali sejak zaman Kerajaan Mataram Hindu sampai dengan Kerajaan Surakarta. Pada akhir zaman Kerajaan Majapahit (1294-1478) daerah cikal-bakal Kabupaten Cilacap terbagi dalam wilayah-wilayah Kerajaan Majapahit, Adipati Pasir Luhur dan Kerajaan Pakuan Pajajaran, yang wilayahnya membentang dari timur ke arah barat :
- Wilayah Ki Gede Ayah dan wilayah Ki Ageng Donan dibawah kekuasaan Kerajaan Majapahit.
- Wilayah Kerajaan Nusakambangan dan wilayah Adipati Pasir Luhur
- Wilayah Kerajaan Pakuan Pajajaran.

Menurut Husein Djayadiningrat, Kerajaan Hindu Pakuan Pajajaran setelah diserang oleh kerjaan Islam Banten dan Cirebon jatuh pada tahun 1579, sehingga bagian timur Kerajaan Pakuan Pajajaran diserahkan kepada Kerajaan Cirebon. Oleh karena itu seluruh wilayah cikal-bakal Kabupaten Cilacap di sebelah timur dibawah kekuasaan Kerajaan Islam Pajang dan sebelah barat diserahkan kepada Kerajaan Cirebon.

Kerajaan Pajang diganti dengan Kerajaan Mataram Islam yang didirikan oleh Panembahan Senopatipada tahun 1587-1755, maka daerah cikal bakal Kabupaten Cilacap yang semula di bawah kekuasaan Kerajaan Islam Pajang diserahkan kepada Kerajaan Mataram .

Pada tahun 1595 Kerajaan Mataram mengadakan ekspansi ke Kabupaten Galuh yang berada di wilayah Kerajaan Cirebon.

Menurut catatan harian Kompeni Belanda di Benteng Batavia, tanggal 21 Pebruari 1682 diterima surat yang berisi terjemahan perjalanan darat dari Citarum, sebelah utara Karawang ke Bagelen. Nama-nama yang dilalui dalam daerah cikal-bakal Kabupaten Cilacap adalah Dayeuhluhur dan Limbangan.

2. Zaman Penjajahan Belanda

Pembentukan Onder Afdeling Cilacap (dua bulan setelah Residen Launy bertugas) dengan besluit Gubernur Jenderal D.De Erens tanggal 17 Juli 1839 Nomor 1, memutuskan :
"Demi kepentingan pelaksanaan pemerintahan daerah yang lebih rapi di kawasan selatan Banyumas dan peningkatan pembangunan pelabuhan Cilacap, maka sambil menunggu usul organisasi distrik-distrik bagian selatan yang akan menjadi bagiannya, satu dari tiga Asisten Resident di Karesidenan ini akan berkedudukan di Cilacap".

Karena daerah Banyumas Selatan dianggap terlalu luas untuk dipertahankan oleh Bupati Purwokerto dan Bupati Banyumas maka dengan Besluit tanggal 27 Juni 1841 Nomor 10 ditetapkan :"Patenschap" Dayeuhluhur dipisahkan dari Kabupaten Banyumas dan dijadikan satu afdeling tersendiri yaitu afdeling Cilacap dengan ibu kota Cilacap, yang menjadi tempat kedudukan Kepala Bestuur Eropa Asisten Residen dan Kepala Bestuur Pribumi Rangga atau Onder Regent. Dengan demikian Pemerintah Pribumi dinamakan Onder Regentschap setaraf dengan Patih Kepala Daerah Dayeuhluhur.

Bagaimanapun pembentukan afdeling memenuhi keinginan Bupati Purwokerto dan Banyumas yang sudah lama ingin mengurangi daerah kekuasaan masing-masing dengan Patenschap Dayeuhluhur dan Distrik Adiraja.

Adapun batas Distrik Adiraja yang bersama pattenschap Dayeuhluhur membentuk Onder Regentschap Cilacap menurut rencana Residen Banyumas De Sturier tertanggal 31 Maret 1831 adalah sebagai berikut:
Dari muara Sungai Serayu ke hulu menuju titik tengah ketinggian Gunung Prenteng. Dari sana menuju puncak, turun ke arah tenggara pegunungan Kendeng, menuju puncak Gunung Gumelem (Igir Melayat). dari sana ke arah selatan mengikuti batas wilayah Karesidenan Banyumas menuju ke laut. Dari sana ke arah barat sepanjang pantai menuju muara Sungai Serayu.
Dari batas-batas Distrik Adiraja dapat diketahui bahwa Distrik Adiraja sebagai cikal-bakal eks Kawedanan Kroya lebih besar dari pada eks Kawedanan Kroya, karena waktu itu belum terdapat Distrik Kalireja, yang dibentuk dari sub-bagian Distrik Adiraja dan sebagai Distrik Banyumas. Sehingga luas kawasan Onder Regentschap Cilacap masih lebih besar dari luas Kabupaten Cilacap sekarang.

Pada masa Residen Banyumas ke-9 Van de Moore mengajukan usul Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 3 Oktober 1855 yang ditandatangani Gubernur Jenderal Duijmaer Van Tuist, kepada Menteri Kolonial Kerajaan Belanda dalam Kabinet Sreserpt pada tanggal 29 Desember 1855 Nomor 86, dan surat rahasia Menteri Kolonial tanggal 5 Januari 1856 Nomor 7/A disampaikan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Usul pembentukan Kabupaten Cilacap menurut Menteri Kolonial bermakna dua yaitu permohonan persetujuan pembentukan Kabupaten Cilacap dan organisasi bestir pribumi dan pengeluaran anggaran lebih dari F.5.220 per tahun yang keduanya memerlukan persetujuan Raja Belanda,setelah menerima surat rahasia Menteri Kolonial Pemerintah Hindia Belanda dengan besluit Gubernur Jenderal tanggal 21 Maret 1856 Nomor 21 antara lain menetapkan Onder Regentschap Cilacap ditingkatkan menjadi Regentschap (Kabupaten Cilacap).

Daftar Nama Bupati Cilacap :

  1. R. Tumenggung Tjakra Werdana II (1858-1873)

  2. R. Tumenggung Tjakra Werdana III (1873-1875)

  3. R. Tumenggung Tjakra Werdana IV (1875-1881)

  4. R.M Adipati Tjakrawerdaya (1882-1927)

  5. R.M Adipati Arya Tjakra Sewaya (1927-1950)

  6. Raden Mas Soetedjo (1950-1952)

  7. R. Witono (1952-1954)

  8. Raden Mas Kodri (1954-1958)

  9. D.A Santoso (1958-1965)

10. Hadi Soetomo (1965-1968)

11. HS. Kartabrata (1968-1974)

12. H. RYK. Moekmin (1974-1979)

13. Poedjono Pranyoto (1979-1987)

14. H. Mohamad Supardi (1987-1997)

15. H. Herry Tabri Karta, SH (1997-2002)

16. H. Probo Yulastoro, S.Sos, MM, M.Si (2002-2009)

17. H. Tatto Suwarto Pamuji (2011-sekarang).



sumber :  http://www.cilacapkab.go.id/v2/index.php?pilih=hal&id=2

Sejarah Kota Surabaya

Cerita Sejarah Kota Surabaya kental dengan nilai kepahlawanan. Sejak awal berdirinya, kota ini memiliki sejarah panjang yang terkait dengan nilai-nilai heroisme. Istilah Surabaya terdiri dari kata sura (berani) dan baya (bahaya), yang kemudian secara harfiah diartikan sebagai berani menghadapi bahaya yang datang. Nilai kepahlawanan tersebut salah satunya mewujud dalam peristiwa pertempuran antara Raden Wijaya dan Pasukan Mongol pimpinan Kubilai Khan di tahun 1293. Begitu bersejarahnya pertempuran tersebut hingga tanggalnya diabadikan menjadi tanggal berdirinya Kota Surabaya hingga saat ini, yaitu 31 Mei.

Heroisme masyarakat Surabaya paling tergambar dalam pertempuran 10 Nopember 1945. Arek-arek Suroboyo, sebutan untuk orang Surabaya, dengan berbekal bambu runcing berani melawan pasukan sekutu yang memiliki persenjataan canggih. Puluhan ribu warga meninggal membela tanah air. Peristiwa heroik ini kemudian diabadikan sebagai peringatan Hari Pahlawan. Sehingga membuat Surabaya dilabeli sebagai Kota Pahlawan.

Sejarah Surabaya juga berkaitan dengan aktivitas perdagangan. Secara geografis Surabaya memang diciptakan sebagai kota dagang dan pelabuhan. Surabaya merupakan pelabuhan gerbang utama Kerajaan Majapahit. Letaknya yang dipesisir utara Pulau Jawa membuatnya berkembang menjadi sebuah pelabuhan penting di zaman Majapahit pada abad ke - 14.

Berlanjut pada masa kolonial, letak geografisnya yang sangat strategis membuat pemerintah Kolonial Belanda pada abad ke - 19, memposisikannya sebagai pelabuhan utama yang berperan sebagai collecting centers dari rangkaian terakhir kegiatan pengumpulan hasil produksi perkebunan di ujung Timur Pulau Jawa, yang ada di daerah pedalaman untuk diekspor ke Eropa.



sumber : http://www.surabaya.go.id/profilkota/index.php?id=1

Flag Counter
anekahosting.com web hosting murah terbaik di indonesia

 

Musik

Baner




backlink Sandaran Hati